HAKEKAT MANUSIA MENURUT KARL JASPERS

Karl Theodor Jaspers lahir disebuah kota kecil di Jerman Utara yaitu Oldenburg pada tanggal 23 Februari 1883. Karl Jaspers adalah putra sulung dari pasangan Carl Wilhelm Jaspers dan Henritte Tantzen. Ayahnya seorang ahli hukum, direktur bank, dan pemimpin dewan kota. Suasana religius di dalam keluarganya adalah Protestan Liberal. 
Karl jaspers termasuk filsuf jerman paling penting pada abad ke-20. Pada tahun 1892 - 1902 Jaspers mengenyam pendidikan di Gymnasium di Oldenburg bersama Rudolf Bultman. Sejak kecil ia menderita penyakit Bronchiektasis dan kelemahan jantung. Oleh sebab itu ia tidak senang ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial. Di Universitas Heidelberg ia belajar hukum, tetapi kemudian ia pindah ke Munchen untuk belajar ilmu kedokteran spesialis psikiatri. 

Setelah lulus kuliah Jaspers bekerja sebagai Psikiater di Universitas Heidelberg. Mulai tahun 1916 ia menjadi dosen untuk psikologi di Univeristas yang sama dan sejak 1922 ia diangkat menjadi guru besar untuk filsafat. Tahun 1933 Jaspers dipecat oleh kaum Nazi karena ia secara terbuka menyerang Nazi dan akhirnya ia dikenai pula larangan publikasi. Situasi perang dunia kedua merupakan periode yang amat sulit bagi Jaspers dan istrinya. Banyak tawaran dari luar negeri sebagai dosen, tetapi istrinya dilarang meninggalkan Jerman. 
Pada akhir perang tepatnya 14 April 1945 diputuskan bahwa Jaspers dan istrinya akan dibawa ke kamp konsentrasi.
Untunglah dua minggu sebelum tanggal tersebut Heidelberg dibebaskan oleh tentara Amerika. Persahabatan dengan filsuf Heidegger yang pro-Nazi berakhir pada periode ini.

Setelah perang dunia kedua berakhir Jaspers mengalami jaman keemasan. Ia diangkat kembali menjadi guru besar dan senator Universitas. Karangan-karangan yang ditulisnya mulai tahun 1938 dan tahun 1945 mulai diterbitkan. Diantaranya yaitu Die Psychologie Der Weltanschauungen. Namun Situasi politik di Jerman waktu itu baginya tetap sulit. Tahun 1948 ia menerima undangan untuk pindah ke Universitas Basel di Swiss. Jaspers pindah ke Swiss dan beberapa tahun kemudian ia menjadi warga negara Swiss. Jaspers mencapai usia 86 tahun. Ia meninggal di Basel pada tanggal 26 Februari 1969. Selama hidupnya Jaspers menulis puluhan buku dan ratusan artikel serta resensi di wilayah psikologi, politik, dan filsafat. Melalui karya-karyanya Jaspers memberi sumbangan besar pada khanzanah filsafat.
Tidak mengherankan kalau kini masih ada kelompok-kelompok penganggum Karl Jaspers yang terus mengelaborasi karya-karya Jaspers di Austria, Jepang, Jerman, Swiss, dan Amerika Utara.
Di negara Swiss lantas didirikan juga Karl-Jaspers-Stiftung. Yayasan ini memberikan beasiswa bagi mahasiswa-mahasiswa berprestasi untuk distudikan lanjut.

Jaspers sering digolongkan dalam kelompok filsuf eksistensialis seperti Heidegger, Gabriel Marcel, Camus, dan Sartre. Tetapi, Jaspers sendiri tidak senang dengan istilah eksistensialisme. Ia lebih suka menyebut filsafat yang digelutinya sebagai filsafat eksistensi. Eksistensialisme tidak merenungkan "esensi" atau hakekat abadi manusia karena hakekat itu justru dianggap sebagai sesuatu yang belum ada. Bagi Jasper, esensi manusia ditentukan dalam eksistensi manusia. Orang yang berfilsafat harus mulai dengan elaborasi ilmu-ilmu. Jika ilmu pengetahuan telah mencapai batas-batasnya dan jatuh pada ketidakberdayaan, filsafat eksistensi harus menjalankan tugasnya. Filsafat eksistensi menyelidiki dasar-dasar keputusan manusia dan keyakinan yang menjadi dasar hidupnya. Maka tidak berlebihan jika Jaspers lantas mengajak manusia untuk menjadi dirinya sendiri. Filsafatnya bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.


PEMIKIRAN - PEMIKIRAN KARL JASPERS

1. PERIECHONTOLOGI
Karl Jaspers adalah seorang filsuf yang haus akan kebenaran. Ia terus menerus mecari kebenaran ditengah situasi jaman perang dan Nazi yang kejam, situasi kebohongan dan kejahatan politik. Secara intensif ia berkutat dengan penyelidikan ilmiah yang disebutnya dengan Philosophische Logik. Logika filosofis menyelidiki batas-batas, asal dan makna kebenaran. Obyek penyelidikan bukanlah "ada", melainkan pertanyaan bagaimana manusia bisa dan harus berpikir mengenai "ada".

Filsafat pertama tidak mengelaborasi pertanyaan-pertanyaan tentang apa itu "ada" atau "siapakah saya" atau "apa yang sesungguhnya saya inginkan", tetapi pertama harus disadari dulu bahwa manusia berada dalam situasi yang tidak pasti. Dengannya manusia terbuka bagi berbagai kemungkinan. Manusia yang sadar dalam situasi demikian ditantang untuk terus menerus mencari "ada" sampai didapatkan kepastian akan dirinya.

Dalam bukunya Von Der Wahrheit Jaspers dengan gamblang menjelaskan dimensi-dimensi kenyataan yang melingkupi manusia. Yang melingkupi dalam bahasa Jaspers adalah "Das Umgreifende" yang artinya mengatasi polarisasi antara ada-obyek dan ada-subyek.
Ada-Obyek adalah ada yang hadir di depanku > semua hal yang ku pikirkan, ku kenal, atau sesuatu yang diintensionalisasi, termasuk diriku yang ku obyekkan.
Ada-Subyek dapat menyatakan "akulah", karena ia adalah pengada. Manusia berada dengan pengada yang lainnya. Tidak dapat diobyekkan. Ia tidak dapat dikenal seperti kita mengenal apa yang kita jadikan obyek pengenalan. Ada-Subyek dalam bahasa Jaspers adalah eksistensi.

Dimensi-dimensi Das Umgreifende
Karl Jaspers memaparkan Das Umgreifende (yang melingkupi) manusida dalam 7 dimensi, yaitu :
1. Dasein
Dasein adalah Das Umgreifende. Manusia yang terus menyadari keberadaannya akhirnya sampai pada kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai awal dan akhir. Manusia termuat dalam Dasein. Kata Dasein dalam bahasa Jerman dimengerti penggunaannya sebagai ada yang nyata dalam ruang dan waktu. Ada dalam konteks ini adalah kehadiran. Manusia ada dan hadir dalam ruang dan waktu.
Dasein terumuskan dalam ungkapan manusia yang menyadari keberadaannya seperti kesadaran bahwa saya ada, kita ada, manusia ada.

2. Bewusstsein Uberhaupt
Bewusstesin Uberhaupt atau dalam bahasa Indonesianya diartokan sebagai "kesadaran umum" adalah proses pengalaman (hidup batin), pemikiran obyektif (pengetahuan), dan refleksi atas dirinya sendiri (kesadaran diri). Pada dasarnya manusia memiliki kesadaran ini. Titik tolak ada adalah kesadara subyek atau manusia. Segala yang disadari oleh manusia lantas menjadi "ada" bagi manusia. Segala yang belum disadari manusia lantas juga belum ada bagi manusia. Kesadaran ini berlaku umum bagi semua manusia. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk menyadari dan lantas sadar bahwa yang ia sadari itu sebagai satu kenyataan yang "ada".

3. Geist
Geist yang berarti "roh" dimengerti sebagai dimensi rohani. Dimensi ini mengatasi tingkat Dasein dan Bewusstsein Uberhaupt. Roh menciptakan kesatuan dalam pemikiran, perasaan, dan tindakan melalui ide-ide. OCntoh konkret dari kemampuan menciptakan kesatuan ini yaitu misalnya ide tentang jiwa. Ide jiwa memberi kesatuan kepada macam-macam gejala psikologis. Jiwa tidak dapat ditunjukan, tetapi ide jiwa harus diandaikan supaya pemikiran psikologis mendapat struktur.

4. Existenz
Eksistensi melingkupi manusia. Eksistensi itu transenden tehadap Dasein, Bewusstsein Uberhaupt dan Geist karena ketiga des Umgreifende ini menciptakan ruang yang kemudian diisi dan dihayati oleh existenz. Roh membutuhkan eksistensi sebagai dasar, tetapi eksistensi tanpa roh itu tanpa isi. Eksistensi adalah kebebasan yang diisi. Eksistensi termuat dalam waktu tetapi sekaligus mengatasi waktu, karena keputusan-keputusan bebas eksistensi menentukan sesuatu untuk selama-lamanya. Eksistensi adalah inti dari keberadaan manusia, "diri" manusia yang paling asli.

5. Welt
Welt atau dunia dalah keseluruhan gejala-gejala. Manusia mengenal suatu dunia tertentu di dalam dunia kenyataan yang melingkupinya. Manusia dalah bagian dari dunia. Manusia hidup dalam dunia, tapi seakan-akan manusia mendekati dunia itu dari luar. Dunia itu adalah "yang lain dari kita". Meski demikian, dunia bukanlah obyek. Dunia melingkupi manusia. Manusia dengan bebas dalam dunia dan juga bebas terhadap dunia. Dunia memiliki karakter dasar. Manusia dengan bebas dalam dunia dan jugua bebas terhadap dunia. Dunia memiliki karakter dasar untuk dapat dipahami. Dunia harus dapat dipikirkan. Ini berarti bahwa manusia memiliki kemampuan menemukan kemungkinan jawaban-jawaban atas persoalan dunia dalam elaborasi dunia.

6. Transzendenz
Pada satu sisi eksistensi manusia dibatasi oleh Welt (dunia), disisi lain manusia secara tak terbantahkan juga dibatasi oleh Transzendenz. 
" Transzendenz adalah Das Umgreifende Alles Umgreifende". Pernyataan ini berarti bahwa Transendensi adalah yang melingkupi segala sesuatu yang melingkupi. 
Karakter dasar dari transendensi yaitu bahwa transendensi akan menghilang kalau manusia mencoba untuk memahaminya.

7. Vernunft
Vernunft atau rasio merupakan ikatan semua bentuk dari "yang melingkupi". Rasio tidak hanya menjelasi pengertian-pengertian dalam dimensi-dimensi Das Umgreifende, tetapi juga menjadi pengikat diatara mereka. Rasio memiliki kemampuan menyatukan kembali segala hal yang tercerai berai ataupun segala hal yang tidak memiliki kesatuan karena rasio memiliki kemauan dan kekuatan untuk menyatukan.

2. EKSISTENSI
Kata eksistensi beradal dari kata eks (keluar) dan sintesi, yang diturunkan dari kata kerja sisto (bediri atau menampilkan). Oleh karena itu, kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.

Ada dua fokus pemikiran Jaspers, yaitu eksistensi dan transendensi.
Karl Jasper termasuk dalam aliran eksistensi tertutup, membatasi pandangannya pada gambaran manusia yang bercerai-berai tanpa trandentia, atheistis, dan pesimisme.

1. Jiwa dan Allah dalam bahasa filsafat disebut eksistensi dan transendensi.
Eksistensi adalah kebebasan yang diisi dan termuat dalam waktu tetapi sekaligus mengisi waktu, karena keputusan-keputusan bebas eksistensi menentukan sesuatu untuk selama-lamanya. Sedangkan adanya manusia termasuk dunia empiris disebut Dasein (beeing there).

2. Saat keputusan
Kebebasan tidak dibutuhkan seandainya manusia mempunyai pengetahuan sempurna akan segela sesuatu dan tahu konsekuensi atas tindakan serta pilihannya.

3. Situasi-situasi batas
Sebagai Dasein, manusia selalu dalam situasi-situasi tertentu yaitu situasi-situasi batas. Situasi batas yang paling umum adalah faktisitas dan nasib. Disamping itu ada situasi-situasi batas khusus, yaitu kematian, penderitaan, perjuangan, dan kesalahan.

4. Kekurangan-kekurangan Dunia
Di dunia keutuhan kesempurnaan tidak dapat dicapai. Segala sesuatu yang termasuk Dasein penuh pertentangan, cacat, dan kekerangan dan karena itu ketentraman tidak pernah tercapai. Ketidak sempurnaan Dasein menimbulkan pertanyaan mengapa Dasein ada. Mengapa di dunia ini tidak hanya berisi hal yang baik atau sempurna saja?. Pertanyaan ini menimbulkan situasi batas yang baru yang mencakup yang lain. Situasi batas ini timbul kalau eksistensi dan transendensi terikat pada historisitas Dasein. Manusia hanya dapat mengalami eksistensi dan transendensi melalui gejala-gejala dalam dunia Dasein. Tanpa itu yang ada kekosongan.

5. Kegagalan
Kegagalan merupakan tempat pertemuan dengan transendensi. Dalam kegagalan manusia terdampar dalam pantai transendensi. Kegagalan dan keterbatasan memperlihatkan ada sesuatu yang tak terbatas. Pemikiran ini memperlihatkan bahwa filsafat pada hakekatnya bersifat religius.

3. KEPERCAYAAN FILOSOFIS
Jaspers percaya bahwa metafisika dan kepercayaan filosofis sangat penting dalam mempersatukan orang. Kepercayaan filosofis dapat menggantikan agama dan ilmu yang dogmatis (positif). "Percaya" tidak sama dengan "mengetahui". Kepercayaan berarti hidup dengan berpangkal pada "yang melingkupi". Kepercayaan filosofis tidak menggunakan dogma-dogma, ia melayang, tetapi merupakan dasar tindakan, dasar keputusanm dan dasar ketentraman manusia.

Menurut agama wahyu (Kristen), Allah menampakkan diri (dalam Yesus). Kata Jaspers "hanya kenyataan empiris menampakkan diri dalam fenomin-fenomin (gejala-gejala); eksistensi dan transendensi tidak". Eksistensi menampakkan diri dalam signa (seperti kebebasan), dan Transendensi menampakkan diri daam chiffer-chiffer Keberatan Jasper adalah agama wahyu tidak membedakan antara chiffer transendensi dengan transendensi itu sendiri. Ia percaya bahwa Yesus sebagai manusia (chiffer inkarnasi) yang unik dan sangat bernilai, tetapi ia tak percaya akan Yesus sebagai Kristus. Chiffer Trinitas itu yang paling aneh menurut Jasper, itu hanya kecenderungan untuk berpikir menurut sturktur dialektis, dan hanya hasil pemikiran spikulasi.

4. Metafisika Jaspers
Pada batas Dasein dan pada batas-batas pemikiran, transendensi membukakan diri, tetapi transendensi itu juga hilang lagi. untuk eksistensi (bukan Dasein), objek-objek dapat menjadi bahasa atau sekurang-kurangnya gema transendensi. Dalam bahasa lain kita dapat mengetahui kilatan-kilatan Tuhan dalam eksistensi kita lewat tajallinya (penampakan-penampakan) dari objek-objek duniawi. Jaspers mengatakan Chiffer sebagai transendensi yang imanen (tajalliat, penampakan Tuhan di Bumi). "kehadiran transendensi tanpa isi", kehadiran dan ketidak hadiran jadi satu dalam chiffer. Seperti konsep "nol" memainkan peranan penting dalam matematika, walaupun konsep ini tanpa isi.
Penampakan itu ada yang jelas dan tidak. Chiffer hanya memberitahu bahwa ia ada, bukan bagaimana ia itu.

Transendensi keilahian menampakkan dalam chiffer-chiffer. Manusia tidak mengenal yang transenden, tetapi melalui kebebasannya ia berhubungan dengannya. Kehadiran transendensi tanpa ketersembunyiannya meniadakan kebebasan. Keilahian ingin manusia bebas oleh karena itu ia tersembunyi.

Trasendensi (Allah) tak dapat dipikirkan, dikatakan. Kata Augustinus "yang dapat disebut tak terkatakan, sudah tidak terkatakan lagi". Tetapi kata Jaspers kita bisa melewati itu, ia mengatakan manusia bisa memiliki kesimpulan "Manusia dapat memikirkan bahwa yang tak dapat dipikirkan itu ada".  Penamaan yang transendental itu pasti berbau tautology. Tetapi itu perlu karena manusia selalu berusaha untuk berkembang sebagai eksistensi.

5. FILSAFAT SEBAGAI TINDAKAN BATIN
Jaspers mempunyai perhatian besar terhadap kehidupan yang baik dan jiwa yang mengambil keputusan-keputusan. Pada manusia, eksistensi mendahului esensi. Dalam segala sesuatu yang lain esensi dapat dipikirkan lepas dari esensi, dan sebagai sesuatu yang mendahului eksistensi. Esensi "rumah" dapat hidup dalam pemikiran kita lepas dari suatu rumah kongkrit. Hanya pada manusia esensi dibentuk sedikit demi sedikit selama hidupnya. Yang ada hanyalah orang yang unik dan kongkret itu. Manusia pada umumnya itu tidak ada, maka juga tidak dapat dikatakan bagaimana esensi manusia pada umumnya. Inilah pandangan umum kaum filsafat eksistensial.

Usulan kepercayaan filosofis Karl Jaspers, banyak dikritik khususnya kaum beragama, juga Keirkegaard, bapak spiritual Eksistensialis. Walau banyak yang menerapkannya, utamanya kaum ilntelektual (ilmuan).

Daftar Pustaka :
Hadiwijono, Harun. Saei Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta : Kanisius, 2002
Http://staff.blog.ui.ac.id
Http://gendhotwukir.multiply.com
Http://humanisme-kebenaran.blogspot.com
Http://thinker-asratisme.blogspot.co.id/2014/03/karl-jaspers-dan-pemikirannya.html

Comments